Selasa, 23 Agustus 2016
PANTAI SEMETI
PANTAI SEMETI
Pantai Semeti berbatasan dengan Samudra Hindia,terletak di Kawasan Pantai Selong Belanak,Pantai Mawun.Pantai Mawi,Pantai Ruwuk,Pantai Tampah di Kabupaten Lombok Tengah bagian Selatan ,Nusa Tenggara Barat.Untuk mencapai pantai indah ini kita bisa tempuh dengan rote Mataram-Praya-Pantai Selong Belanak -Pantai Semeti,
Di depan pantai Semeti, ada sebuah pulau kecil. Gili Anak ewok namanya. Bentuknya cukup unik seperti batuan mengerucut yang diapit oleh dua batuan yang lebih besar. Panasnya terik matahari bisa menggosongkan kulit. Merehatkan badan sejenak di salah satu berugak merupakan menu wajib untuk menghindarkan dari teriknya mentari semeti. Berugak ini merupakan berugak satu-satunya yang berada di Pantai Semeti. Di kala siang, berugak ini menjadi rebutan tempat berteduh merasakan desiran angin sepoi-sepoi angin laut. Berugak adalah tempat Ishoma (istirahat, Shalat, Makan). Jangan tanya warung makan di sini. Selain itu, berugak ini sering difungsikan sebagai springbed ala nelayan di saat mereka menginap menjaring ikan di daerah semeti.
Tempat wsiata yang tersembunyi memiliki 2 sisi poin yang tak bisa terpisahkan. Di satu sisi tempat tersebut tidak banyak diketahui oleh para wisatawan hingga tidak terekspose kecantikannya, disi lain tempat tersebut menjadi lebih terjaga keasliannya. Hal tersebutlah yang anda bisa dapatkan ketika mendengar nama ‘Pantai Semeti”
Jika pantai-pantai lain di Lombok terkenal dengan pasir putihnya, maka inilah uniknya Pantai Semeti. Bukan pasir putih yang anda akan temukan di sini, tetapi hamparan batu karang yang luas tempat para binatang-binatang laut mini bersembunyi. Selain itu Pantai ini juga sangat bagus dijadikan sebagai obyek fotografi. Tentunya sesuatu yang berbeda jika background foto anda adalah hamparan karang yang luas.
Pantai Semeti terletak di kawasan Selong Belanak. Di kawasan ini terdapat pantai-pantai indah lainnya antara lain Pantai Selong Belanak itu sendiri, Pantai Ruwuk, Pantai Mawun dan Pantai Mawi. Sekumpulan pantai yang indah yang merupakan sebagian kecil pantai-pantai di Lombok.
Di Pantai ini terdapat hamparan batu karang yang luas membuat kita akan berlama-lama karena kita akan fokus mencari binatang-binatang laut yang tersesat di antara batu karang tersebut. Selain itu Pantai ini juga sangat bagus dijadikan sebagai obyek fotografi atau sebagai latar belakang bagi anda yang narsis.
Kamis, 11 Agustus 2016
AIR TERJUN MANGKU KODEQ SAJANG
AIR TERJUN MANGKU KODEQ SAJANG
Pulau Lombok adalah. Pulau yang memiliki puluhan air terjun yang tersembunyi di rimbunnya hutan di kaki Gunung Rinjani, membuat pencinta air terjun tertantang untuk menjelajahinya.
Salah satu air terjun di Desa Sajang ,Kecamatan Sembalun,Lombok Timur, yaitu Air Terjun Mangku Kodeq, air terjun ini tidak seperti air terjun biasanya, hanya sebuah pancuran kecil yang berada di antara tebing bebatuan.
Air Terjun Mangku Kodeq dapat ditempuh sekitar dua setengah jam perjalanan menggunakan motor dari Kota Mataram. Berada di Desa Sajang, setengah jam perjalanan dari Desa Sembalun Lawang. Sebenarnya air terjun ini masih berada dalam kawasan Air Terjun Mangku Sakti, akan tetapi posisi air terjunnya berada di bawah Air Terjun Mangku Sakti yang terlebih dahulu terkenal.
Adapun kondisi trek yang harus kita lewati,yaitu mempersiapkan kendaraan yang akan digunakan, karena kondisi trek yang cukup merepotkan yaitu naik turun naik turun melewati lembah dan padang savana yang cukup indah dipandang. Akan tetapi kondisi treknya yang sekarang agak lebih baik dibandingkan kondisi trek dahulu,Warga Desa Sajang yang sudah berusaha memperbaiki jalur menuju air terjun walaupun dengan dana yang terbatas yaitu mengandalkan uang tiket masuk pengunjung sebesar lima ribu rupiah per orang dan sumbangan lainnya.
Dari pos pertama, kami sudah berhadapan dengan kondisi trek yang cukup merepotkan, melewati perumahan penduduk desa . Semakin lama kita memasuki hutan treknya gak lagi lurus, tetapi sudah naik turun dengan kondisi berdebu dan berbatu walaupun sudah ada perbaikan jalan. Dengan kondisi kendaraan yang cukup prima barulah kita sampai di pos kedua dengan waktu tempuh setengah jam perjalanan dari pos pertama. Bisa dikatakan pos kedua merupakan pos terakhir untuk kendaraan. Dari pos kedua kami harus berjalan kaki lagi menyusuri hutan Desa Sajang kurang lebih lima belas menit hingga sampai di Air Terjun Mangku Kodeq.
Sebelum kita bertemu dengan Air Terjun Mangku Kodeq, kita akan bertemu dengan aliran sungai yang dihiasi oleh tebing bebatuan, ternyata letak air terjunnya tersembunyi. Kami harus menyusuri aliran sungai kurang lebih seratus meter hingga sampai di pusat air terjun. Dasar sungai bercampur lumpur yang mengandung belerang serta bebatuan yang lumayan licin saat kami pijaki, agak merepotkan kami untuk menyusurinya. Akan tetapi semuanya berhasil kami lewati dengan perasaan senang bercampur capek.
Walaupun pakaian kami basah kuyup saat menyusuri aliran sungai, rasa capek dan laper terbayarkan dengan indahnya Air Terjun Mangku Kodeq. Ternyata air terjunnya sama persis dengan yang saya lihat di sosial media. Ini tempat memang kece, seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Musim panas memang waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat sekeren Air Terjun Mangku Kodeq. Gradasi warna air sungai dari putih kehijauan seperti air belerang ditambah dengan tebing bebatuan yang cukup kokoh, membuat tempat ini seperti surganya dunia.
Berendam di aliran sungai Air Terjun Mangku Kodeq yang mengandung belerang, dipercaya baik untuk kesehatan kulit. Dalam dunia kesehatan juga air belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit,karena mengandung belerang dari aliran Lokok Putiq yang berasal dari Danau Segara Anak Rinjani.
Setelah berpuas diri berendam sambil berfoto, kami pun segera bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang satunya lagi yang tidak kalah indahnya dan masih dalam kawasan Air Terjun Mangku Kodeq.
Senin, 01 Agustus 2016
SEJARAH SEMBALUN
I. ZAMAN PERMULAAN
Menurut catatan dalam tulisan Lontar yang bersumber dari kitab Jatiswara bahwa sepasang suami istri bernama Lebe Belek dan istrinya Nasi’ Belek adalah manusia pertama yang menghuni Desa Belek (Sembalun sekarang). Mereka berlindung dibalik Gunung Belek Samalas (Gunung Rinjani) dari sergapan “Belabur Es” yang terjadi sekitar tahun 600 M.
Setelah beberapa lama menetap dibalik Gunung Beleq, sepasang suami istri itu turun gunung mencari tempat tinggal yang lebih aman. Mereka berjalan menembus hutan belantara, hingga sampailah mereka disebuah tempat yang dirasa cukup aman untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka membangung gubug sederhana dari pohon bambu dan batang-batang ilalang yang banyak tumbuh ditempat itu. Tempat itu berada disekitar Lendang Luar sekarang di dise Sembalun Lawang. Tempat itu juga dipilih karena tempat itulah satu-satunya lokasi yang memiliki pohon Kentalu, yang menjadi pertanda kehidupan yang baik dimasa itu. Sedangkan ditempat lain masih dipenuhi dengan rawa-rawa yang tidak dapat ditempati dengan nyaman. Setelah beberapa masa Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Beleq memperoleh keturunan yang beranak pinak dimana dalam catatan para tetua menyatakan bahwa mereka berkembang semula dalam tujuh pasang suami istri yang menjadi cikal bakal berkembangnya penduduk Sembalun. Ketujuh mereka itu adalah:
1. Demung Riang Gaib Tunggal
2. Demung Riang Gaib Gading
3. Demung Riang Gaib Sendang Mas
4. Demung Riang Gaib Roro Jonggrat
5. Demung Riang Gaib Berirak
6. Demung Riang Gaib Ratana
7. Demung Riang Gaib Dinasti Bagia
Setelah terjadinya perkembangan penduduk dari ketujuh anak Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Belek tadi, mereka lalu membangun sebuah perkampungan yang diberi nama Desa Belek dan Suranala.
Mesikpun saat itu masyarakat masih menganut Animisme akan tetapi mereka sudah mulai mengatur tata kehidupan dengan struktur yang lebih baik. Dari catatan para tetua berdasarkan catatan dalam piagam peninggalan leluhur yang terbakar tahun 1971, disebutkan bahwa Desa Suranala merupakan pusat pemukiman berskala besar pertama yang bisa dikategorikan sebagai sebuah desa yang memiliki pemimpin secara adat.
II. ZAMAN BUDHA
Pada sekitar Tahun 700 M datanglah seorang penyebar agama Budha dari Palembang yang bernama Buda Kortala. Pada saat itu di Palembang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya sekaligus sebagai pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha. Kedatangan Budha Korlaka ini berkaitan dengan kebijakan Kerajaan Sriwijaya pada saat itu menaklukkan bumi jawa yang tidak berbakti ke Sriwijaya dan wilayah-wilayah disebelah timurnya seperti yang dikutip dari prasasti Kota Kapur yang ditemukan didekat “sungai menduk” di Pulau Bangka bagian barat yang angka tahunnya 686 M. Selain menyebarkan agama, Budha Kortala juga memberikan berbagai pengetahuan tentang kehidupan di dunia seperti tata cara bercocok tanam, cara berpakaian tata kerama, serta berbagai cara membuat senjata dan membela diri. Budha Kortala juga membawa bibit padi berupa segenggam pagi bulu merah yang akan ditanam pada lahan pertanian masyarakat. Sejak saat itu penduduk Desa Beleq memiliki kehidupan yang lebih baik, apalagi dengan tanah Desa beleq yang subur dapat tumbuh berbagai macam tanaman. Hasil panen padi dan tanaman palawija melimpah, seiring dengan kehidupan beragama yang baik menjadikan masyarakat Desa Beleq tata tentram gemahripah loh jinawi. Sepeninggal Budha Kortala, kepemimpinan Suranala dilanjutkan oleh Budha Bukit Bartua (Th 795 – Th 870) dan Budha Bukit Bao (Th 870 – Th 900 M). Dari penelusuran pada beberapa catatan diketahui bahwa kehidupan masyarakat menganut agama Budha ini berlangsung ini berlangsung sampai dengan datangnya para penyebar agama Hindu dari Majapahit yakni sekitar tahun 1360 s/d 1546 M dimasa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk di Majapahit.
III. ZAMAN HINDU
Pada sekitar tahun 1360, seiring dengan program penyatuan Nusantara yang dikobarkan oleh Kerjaan Majapahit dimasa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada, di Desa Beleq dan Suranala datanglah pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Kertanegara yang beragama Hindu.
Akibatnya terjadilah pertempuran yang sengit antara orang-orang Desa Beleq yang beragama Budha melawan prajurit Majapahit yang beragama Hindu. Setelah pertempuran berlangsung cukup lama. Prajurit-prajurit Majapahit dapat memenangkan peperangan itu. Karena kekalahannya, pemimpin Desa Beleq dan Suranala melarikan diri ke gunung-gunung terdekat untuk berlindung. Diantaranya Demung Batua melarikan diri ke Gunung Batua dan Demung Bukit Bao melarikan diri ke Bukit Bao. Sekarang makam kedua tokoh tersebut masih dapat ditemukan masing-masing di Gunung Batua dan Bukit Bao, masyarakat sekitar biasa menyebutnya makam Budha. Sedangkan para prajurit Majapahit yang gugur dalam peperangan itu dikuburkan di sekitar lokasi pertempuran yakni di Desa Sembalun Lawang sekarang dalam bentuk kuburan Hindu (Makom Majapahit).
Sejak kemenangan prajurit Majapahit itu banyak sekali perubahan dilakukan ditengah masyarakat. Tidak hanya berubah dari memeluk agama Budha ke Hindu, tetapi juga struktur kemasyarakatan mulai berubah terutama pada tatanan tradisi dan adat istiadat. Pada saat itu penguasa baru yang dipimpin oleh Raden Kertanegara membentuk desa baru yang diberi nama Bawak Dewa. Para tokoh yang datang dari jawa tersebut juga membagi tugas dalam pemerintahan. Para tokoh itu antara lain: Raden Saib Amsah sebagai petinggi agama, Raden Kertanegara sebagai Perbekel, dan tugas-tugas lain kepada Raden Ariapati, Raden Aria Mangunjaya, Raden Ketib Muda, Raden Aria Penangsang, dan Raden Patra Guru. Masing-masing mereka memiliki tugas tersendiri seperti menjadi Perbekel, Pemangku Adat, dan Krama Desa.
Desa baru ini lama-kelamaan menjadi desa yang besar, penduduknya bertambah dan aktifitas ekonomi melalui pertanian juga semakin baik. Desa ini selanjutnya dipimpin oleh keturunan dari Raden Kertanegara antara lain: Nek Sumenep (Th.1360 – Th.1478), Nek Sande (Th. 1478 – Th.1480), dan Nek Sukir (Th.1480 – Th.1546). Para pemimpin dari jawa ini banyak sekali mengajarkan teknik-teknik bercocok tanam kepada masyarakat Bawak Dewa. Hasil pertanian selain padi dan palawija juga banyak hasil-hasil hutan dan perkebunan sperti kayu, madu dan rempah-rempah yang dapat ditukar dengan barang-barang lain kepada pedagang yang datang ketempat itu.
IV. MASUKNYA AGAMA ISLAM
Pada tahun 1546 datanglah ke Desa Bawak Dewa para penyebar agama Islam yang mereka itu adalah bagian dari misi penyebaran agama yang dilakukan oleh Wali Songo dari Jawa. Menurut catatan sejarah yang datang membawa Islam ke Lombok adalah Sunan Prapen yakni putra dari Sunan Giri. Akan tetapi yang di di Sembalun adalah seorang dari anggota rombongan Sunan Prapen yang setelah di Sembalun bernama Titik Islamin. Pada saat itu yang menjadi Perbekel di Bawak Dewa adalah Nek Sukir. Tetapi yang menerima Islam pertama di Bawak Dewa adalah Titik Sumenep selaku pemuka agama. Karena adanya ajaran Islam, maka desa yang semula bernama Bawak Dewa karena namanya berbau Hindu berubah menjadi Desa Sembahulun yang artinya menyembah kepada pencipta Alam yakni Tuhan Yang Maha Esa. Mula-mula Islam masuk melalui pendekatan adat istiadat Hindu artinya bahwa memasukkan kayakinan Islam pada masyarakat yang beragama Hindu dengan cara menyesuaikan dengan tradisi Hindu. Pendekatan ini rupanya dapat dengan mudah diterima. Karena penyiaran agama Islam dilakukan dengan tidak menyinggung adat istiadat tetapi tetap menggunakan adat istiadat sebagai alat penyebaran agama Islam. Akan tetapi karena banyaknya tradisi upacara Hindu yang tetap terpakai meskipun telah memeluk agama Islam sehingga aliran ini disebut Waktu Telu.
Pada sekitar tahun 1617 saat kedatangan Anak Agung dar Gelgel dengan patihnya bernama Briang Wangsa, menyerang Lombok (anak agung pertama). Tokoh Agama Raden Sumenep bersama Perbekel Nek Sukir dan Nek Sande ditangkap dan dibawa ke Karang Asem dan Klungkung (sekarang makamnya di Narmada). Selanjutnya pemerintahan Sembalun dipegang oleh Titik Jinayang. Pada saat itu Titik Jinayang membagi Sembalun menjadi dua yakni Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung. Kemudian pusat pemerintahannya dipindahkan ke Sembalun Bumbung yang membawahi Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang, Sajang, Obel-obel, dan Belanting. Jadi Titik Jinayanglah yang pertama membangun Sembalun Bumbung. Perbekel selanjutnya yang memerintah di Sembalun adalah Perbekel Titik Andipa (Th.1618 – Th.1689), Perbekel Titik Budar (Th.1689 – Th.1738) yang membagi wilayah Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang. Kemudian berturut-turut memerintahkan Perbekel Balok Darmaji (Th.1738 – Th.1830), Perbekel Balok Melaka (Th.1830 – Th.1843) dan terakhir Perbekel Balo Darmasih yang berkuasa bersamaan dengan Congah Praya Tahun 1843 sampai dengan Tahun 1863 M.
Setelah masa Perbekel ini selanjutnya Pimpinan Desa disebut Kepala Desa: Kepala Desa yang pertama adalah Papuk Sumenep Tahun (1863 – 1880), Pe Sairah (1880 – 1901), Pe Darwati (1901 – 1916), Pe Darwisah (1916 – 1920), Pe Darmanep (1920 – 1950), dan pergantian seterusnya sampai
saat ini.
V. PEMURNIAN AJARAN ISLAM
Pada tahun 1936 pada masa kepala desa Pe Darmanep, datanglah Tuan Guru Haji Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan untuk memperbaiki akidah masyarakat Sembalun agar sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya . Tuan Guru Lopan tidak berhasil memperbaiki agama masyarakat sembalun seluruhnya. Demikian pula selanjutnya datang di Sembalun Tuan Guru Mutawalli dari Jerowaru untuk maksud yang sama, akan tetapi keyakinan dan tradisi waktu telu di Sembalun masih tetap berlangsung. Barulah pada sekitar tahun 1960 dengan kedatangan seorang tuan guru keturunan wali songo yakni Sunan Ampel dari Jawa Timur bernama Tuan Guru Muhammad Mustofa yang biasa dipanggil Pak Aji bersama adiknya Muhammad Toha datang ke Sembalun untuk mengajarkan Akidah Islam yang sesungguhnya. Pada saat itu masyarakat Sembalun dapat beribadah menurut Akidah Agama Islam yang sesungguhnya sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Kertayang atau Pe Mardisah
(Ketua Lembaga Adat Gumi Sembahulun)
Langganan:
Postingan (Atom)