Senin, 01 Agustus 2016

SEJARAH SEMBALUN


 

 I. ZAMAN PERMULAAN

Menurut catatan dalam tulisan Lontar yang bersumber dari kitab Jatiswara bahwa sepasang suami istri bernama Lebe Belek dan istrinya Nasi’ Belek adalah manusia pertama yang menghuni Desa Belek (Sembalun sekarang). Mereka berlindung dibalik Gunung Belek Samalas (Gunung Rinjani) dari sergapan “Belabur Es” yang terjadi sekitar tahun 600 M.

Setelah beberapa lama menetap dibalik Gunung Beleq, sepasang suami istri itu turun gunung mencari tempat tinggal yang lebih aman. Mereka berjalan menembus hutan belantara, hingga sampailah mereka disebuah tempat yang dirasa cukup aman untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka membangung gubug sederhana dari pohon bambu dan batang-batang ilalang yang banyak tumbuh ditempat itu. Tempat itu berada disekitar Lendang Luar sekarang di dise Sembalun Lawang. Tempat itu juga dipilih karena tempat itulah satu-satunya lokasi yang memiliki pohon Kentalu, yang menjadi pertanda kehidupan yang baik dimasa itu. Sedangkan ditempat lain masih dipenuhi dengan rawa-rawa yang tidak dapat ditempati dengan nyaman. Setelah beberapa masa Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Beleq memperoleh keturunan yang beranak pinak dimana dalam catatan para tetua menyatakan bahwa mereka berkembang semula dalam tujuh pasang suami istri yang menjadi cikal bakal berkembangnya penduduk Sembalun. Ketujuh mereka itu adalah:

1. Demung Riang Gaib Tunggal
2. Demung Riang Gaib Gading
3. Demung Riang Gaib Sendang Mas
4. Demung Riang Gaib Roro Jonggrat
5. Demung Riang Gaib Berirak
6. Demung Riang Gaib Ratana
7. Demung Riang Gaib Dinasti Bagia

Setelah terjadinya perkembangan penduduk dari ketujuh anak Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Belek tadi, mereka lalu membangun sebuah perkampungan yang diberi nama Desa Belek dan Suranala.
Mesikpun saat itu masyarakat masih menganut Animisme akan tetapi mereka sudah mulai mengatur tata kehidupan dengan struktur yang lebih baik. Dari catatan para tetua berdasarkan catatan dalam piagam peninggalan leluhur yang terbakar tahun 1971, disebutkan bahwa Desa Suranala merupakan pusat pemukiman berskala besar pertama yang bisa dikategorikan sebagai sebuah desa yang memiliki pemimpin secara adat.




II. ZAMAN BUDHA

Pada sekitar Tahun 700 M datanglah seorang penyebar agama Budha dari Palembang yang bernama Buda Kortala. Pada saat itu di Palembang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya sekaligus sebagai pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha. Kedatangan Budha Korlaka ini berkaitan dengan kebijakan Kerajaan Sriwijaya pada saat itu menaklukkan bumi jawa yang tidak berbakti ke Sriwijaya dan wilayah-wilayah disebelah timurnya seperti yang dikutip dari prasasti Kota Kapur yang ditemukan didekat “sungai menduk” di Pulau Bangka bagian barat yang angka tahunnya 686 M. Selain menyebarkan agama, Budha Kortala juga memberikan berbagai pengetahuan tentang kehidupan di dunia seperti tata cara bercocok tanam, cara berpakaian tata kerama, serta berbagai cara membuat senjata dan membela diri. Budha Kortala juga membawa bibit padi berupa segenggam pagi bulu merah yang akan ditanam pada lahan pertanian masyarakat. Sejak saat itu penduduk Desa Beleq memiliki kehidupan yang lebih baik, apalagi dengan tanah Desa beleq yang subur dapat tumbuh berbagai macam tanaman. Hasil panen padi dan tanaman palawija melimpah, seiring dengan kehidupan beragama yang baik menjadikan masyarakat Desa Beleq tata tentram gemahripah loh jinawi. Sepeninggal Budha Kortala, kepemimpinan Suranala dilanjutkan oleh Budha Bukit Bartua (Th 795 – Th 870) dan Budha Bukit Bao (Th 870 – Th 900 M). Dari penelusuran pada beberapa catatan diketahui bahwa kehidupan masyarakat menganut agama Budha ini berlangsung ini berlangsung sampai dengan datangnya para penyebar agama Hindu dari Majapahit yakni sekitar tahun 1360 s/d 1546 M dimasa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk di Majapahit.



III. ZAMAN HINDU

Pada sekitar tahun 1360, seiring dengan program penyatuan Nusantara yang dikobarkan oleh Kerjaan Majapahit dimasa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada, di Desa Beleq dan Suranala datanglah pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Kertanegara yang beragama Hindu.

Akibatnya terjadilah pertempuran yang sengit antara orang-orang Desa Beleq yang beragama Budha melawan prajurit Majapahit yang beragama Hindu. Setelah pertempuran berlangsung cukup lama. Prajurit-prajurit Majapahit dapat memenangkan peperangan itu. Karena kekalahannya, pemimpin Desa Beleq dan Suranala melarikan diri ke gunung-gunung terdekat untuk berlindung. Diantaranya Demung Batua melarikan diri ke Gunung Batua dan Demung Bukit Bao melarikan diri ke Bukit Bao. Sekarang makam kedua tokoh tersebut masih dapat ditemukan masing-masing di Gunung Batua dan Bukit Bao, masyarakat sekitar biasa menyebutnya makam Budha. Sedangkan para prajurit Majapahit yang gugur dalam peperangan itu dikuburkan di sekitar lokasi pertempuran yakni di Desa Sembalun Lawang sekarang dalam bentuk kuburan Hindu (Makom Majapahit).

Sejak kemenangan prajurit Majapahit itu banyak sekali perubahan dilakukan ditengah masyarakat. Tidak hanya berubah dari memeluk agama Budha ke Hindu, tetapi juga struktur kemasyarakatan mulai berubah terutama pada tatanan tradisi dan adat istiadat. Pada saat itu penguasa baru yang dipimpin oleh Raden Kertanegara membentuk desa baru yang diberi nama Bawak Dewa. Para tokoh yang datang dari jawa tersebut juga membagi tugas dalam pemerintahan. Para tokoh itu antara lain: Raden Saib Amsah sebagai petinggi agama, Raden Kertanegara sebagai Perbekel, dan tugas-tugas lain kepada Raden Ariapati, Raden Aria Mangunjaya, Raden Ketib Muda, Raden Aria Penangsang, dan Raden Patra Guru. Masing-masing mereka memiliki tugas tersendiri seperti menjadi Perbekel, Pemangku Adat, dan Krama Desa.

Desa baru ini lama-kelamaan menjadi desa yang besar, penduduknya bertambah dan aktifitas ekonomi melalui pertanian juga semakin baik. Desa ini selanjutnya dipimpin oleh keturunan dari Raden Kertanegara antara lain: Nek Sumenep (Th.1360 – Th.1478), Nek Sande (Th. 1478 – Th.1480), dan Nek Sukir (Th.1480 – Th.1546). Para pemimpin dari jawa ini banyak sekali mengajarkan teknik-teknik bercocok tanam kepada masyarakat Bawak Dewa. Hasil pertanian selain padi dan palawija juga banyak hasil-hasil hutan dan perkebunan sperti kayu, madu dan rempah-rempah yang dapat ditukar dengan barang-barang lain kepada pedagang yang datang ketempat itu.


IV. MASUKNYA AGAMA ISLAM

Pada tahun 1546 datanglah ke Desa Bawak Dewa para penyebar agama Islam yang mereka itu adalah bagian dari misi penyebaran agama yang dilakukan oleh Wali Songo dari Jawa. Menurut catatan sejarah yang datang membawa Islam ke Lombok adalah Sunan Prapen yakni putra dari Sunan Giri. Akan tetapi yang di di Sembalun adalah seorang dari anggota rombongan Sunan Prapen yang setelah di Sembalun bernama Titik Islamin. Pada saat itu yang menjadi Perbekel di Bawak Dewa adalah Nek Sukir. Tetapi yang menerima Islam pertama di Bawak Dewa adalah Titik Sumenep selaku pemuka agama. Karena adanya ajaran Islam, maka desa yang semula bernama Bawak Dewa karena namanya berbau Hindu berubah menjadi Desa Sembahulun yang artinya menyembah kepada pencipta Alam yakni Tuhan Yang Maha Esa. Mula-mula Islam masuk melalui pendekatan adat istiadat Hindu artinya bahwa memasukkan kayakinan Islam pada masyarakat yang beragama Hindu dengan cara menyesuaikan dengan tradisi Hindu. Pendekatan ini rupanya dapat dengan mudah diterima. Karena penyiaran agama Islam dilakukan dengan tidak menyinggung adat istiadat tetapi tetap menggunakan adat istiadat sebagai alat penyebaran agama Islam. Akan tetapi karena banyaknya tradisi upacara Hindu yang tetap terpakai meskipun telah memeluk agama Islam sehingga aliran ini disebut Waktu Telu.

Pada sekitar tahun 1617 saat kedatangan Anak Agung dar Gelgel dengan patihnya bernama Briang Wangsa, menyerang Lombok (anak agung pertama). Tokoh Agama Raden Sumenep bersama Perbekel Nek Sukir dan Nek Sande ditangkap dan dibawa ke Karang Asem dan Klungkung (sekarang makamnya di Narmada). Selanjutnya pemerintahan Sembalun dipegang oleh Titik Jinayang. Pada saat itu Titik Jinayang membagi Sembalun menjadi dua yakni Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung. Kemudian pusat pemerintahannya dipindahkan ke Sembalun Bumbung yang membawahi Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang, Sajang, Obel-obel, dan Belanting. Jadi Titik Jinayanglah yang pertama membangun Sembalun Bumbung. Perbekel selanjutnya yang memerintah di Sembalun adalah Perbekel Titik Andipa (Th.1618 – Th.1689), Perbekel Titik Budar (Th.1689 – Th.1738) yang membagi wilayah Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang. Kemudian berturut-turut memerintahkan Perbekel Balok Darmaji (Th.1738 – Th.1830), Perbekel Balok Melaka (Th.1830 – Th.1843) dan terakhir Perbekel Balo Darmasih yang berkuasa bersamaan dengan Congah Praya Tahun 1843 sampai dengan Tahun 1863 M.

Setelah masa Perbekel ini selanjutnya Pimpinan Desa disebut Kepala Desa: Kepala Desa yang pertama adalah Papuk Sumenep Tahun (1863 – 1880), Pe Sairah (1880 – 1901), Pe Darwati (1901 – 1916), Pe Darwisah (1916 – 1920), Pe Darmanep (1920 – 1950), dan pergantian seterusnya sampai
 saat ini.





V. PEMURNIAN AJARAN ISLAM

Pada tahun 1936 pada masa kepala desa Pe Darmanep, datanglah Tuan Guru Haji Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan untuk memperbaiki akidah masyarakat Sembalun agar sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya . Tuan Guru Lopan tidak berhasil memperbaiki agama masyarakat sembalun seluruhnya. Demikian pula selanjutnya datang di Sembalun Tuan Guru Mutawalli dari Jerowaru untuk maksud yang sama, akan tetapi keyakinan dan tradisi waktu telu di Sembalun masih tetap berlangsung. Barulah pada sekitar tahun 1960 dengan kedatangan seorang tuan guru keturunan wali songo yakni Sunan Ampel dari Jawa Timur bernama Tuan Guru Muhammad Mustofa yang biasa dipanggil Pak Aji bersama adiknya Muhammad Toha datang ke Sembalun untuk mengajarkan Akidah Islam yang sesungguhnya. Pada saat itu masyarakat Sembalun dapat beribadah menurut Akidah Agama Islam yang sesungguhnya sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW.

Sumber: Kertayang atau Pe Mardisah
(Ketua Lembaga Adat Gumi Sembahulun)

2 komentar:

  1. alhamdulillah.... sangat berterima kasih dengan ulasan nya... mohon dianjutkan dengan ulasan sejarah sembalun yang lain nya... bila memungkinkan

    BalasHapus
  2. kalo bisa diulas isi kitab zabur yang dibawa oleh budha kortala

    BalasHapus