WISATA-BUDAYA-LOMBOK
Senin, 03 Juli 2017
TARI TANDANG MENDET,SEMBALUN LOMBOK TIMUR
Tari Tandang Mendet berdiri pada tahun 1428 sesuai dengan berdirinya Desa Sembahulun yang didirikan oleh Nek Kertanegara selaku Prabekel(Pimpinan Adat Sembahulun) sebagai peringatan dan rasa syukur atas keberhasilan yang diperoleh.Tari Tandang Mendet berasal dari kata “Mendet” yang artinya kegembiraan atau keberhasilan penduduk Desa Sembahulun dalam memperjuangkan dan mempertahankan bibit padi merah dari berbagai macam hama tanaman dan peperangan melawan jin – jin jahat.Dengan keberhasilan memenangkan beberapa peperangan tersebut maka diciptakanlah sebuah tari kegembiraan oleh Nek Kertanegara yang bertempat dirumah Adat Berugak Reban Bande Desa Sembalun Bumbung di tempat pelaksanaan upacara adat Ngayu – Ayu.Tari Tandang Mendet terdiri dari 7 penari tombak,satu orang pembawa tulup dan satu orang pembawa tameng dan pedang berarti jumlah personil penari tandang mendet adalah Sembilan orang atau bisa juga 9 orang pembawa tombak sehingga jumlah penarinya menjadi sebelas orang.
Sedangkan penari pembawa tameng menggambarkan seorang pimpinan atau panglima perang dan pembawa tulup menggambarkan seorang patih dari pemimpin perang.Sedangkan penari pembawa tombak lainnya merupakan prajurit perang . Tarian ini diiringi oleh music tradisional yaitu:
a. Tembang Pangkureong:“Pangku”r berarti tembang pahlawan dan” Reong” berarti langkah singa yang melambangkan keberanian prajurit.
b. tembang Pengrum –Rum artinya melambangkan hubungan manusia dengan lingkungan dan Alam sekitarnya,manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan penciptanya atau Tuhan Yang Maha Esa.
c. Gendang Beleq
Gerakan tari tandang mendet dibagi menjadi 2 jenis gerak tari antara lain:
a. Tari Penembung maksudnya melepas doa – doa / mantra – mantra untuk memperingati mahluk – mahluk yang ada di lingkungan tanah Sembahulun
b. Tari Tombak yang dimainka oleh prajuritnya
Makna – makna gerakan pada tari tandang mendet :
1. pembawa tameng keluar lebih dahulu dan memainkan tameang dan pedang yang dibawanya,yang mengandung makna :
a. bahwa Bumi Sembahulun belum ada penduduknya
b. Ayunan pedang keatas lurus mengandung makna bawa tuhan yang maha esa
c. Ayunan pedang ke bawah (kebumi) mengandung makna bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali kepada tanah
2. Pembawa tulup melambangkan ketatnya pengawalan terhadap pimpinan dalam mempertahankan alam dan linagkungannya
3. Gerakan tari secara kolektif bisa dibagi menjadi beberapa gerakan antara lain:
a. Gerakan segitiga dari pembawa tombak melambangkan tujuh pasang suami istri yang hidup pada waktu itu yang bertempat tinggal di Desa Belek Sembahulun.
b. Gerakan baris dua lurus berbanjar melambangkan keselamatan duni dan akhirat
c. Baris satu lurus di depan dan baris sati lurus di belakang melembangkan bahwa dari zaman dahulu hingga zaman kapanpun bahwa pulau Lombok itu tetap lurus,polos dan jujur(Lombok Buaq)
d. Gerakan kerucut melambangkan bahwa Gunung Rinjani adalah sumber mata air sepulau Lombok dan melambangkan bahwa kehidupan manusia itu ada di tiga alam yaitu alam kandungan, alam dunia dan alam akhirat.
e. Langkah silang melambangkan bahwa kesatuan dan persatuan perajurit dalam mempertahankan keamanan dan kemakmuran masyarakat.
f. Gerakan satu baris lurus memanjang melambangkan bahwa pulau Lombok adalah bumi yang masyarakatnya polos ,lurus dan jujur dalam menjalankan Syariat Agama Islam.
g. Erakan bundar melambangkan kesatuan persatuan semua pihak ,kedamaian ,kesabaran,satu tujuan,satu keyakinan yaitu percaya kepada tuhan yang maha esa.sedangkan gerakan pembawa tameng mengelilingi prajurit di saat barisan bundar maksudnya melambangkan kegigihan pimpinan dalam melindungi dan menganyomi masyarakatnya serta lingkungannya.
Jumat, 07 Oktober 2016
PROSESI ADAT MENJOJO
PROSESI ADAT MENJOJO KOMONITAS MASYARAKAT ADAT KARANG BAJO
Prosesi Menjojo merupakan prosesi ritual adat untuk mengunjungi gedeng daya dan gedeng lauk, yang dilaksanakan oleh komunitas Masyarakat Adat Karang Bajo, hal ini disebabkan oleh tidak adanya kesiapan dari kepembekelan, baik dari pembekel Bat Orong, Timuk Orong dan Loloan sehingga dilaksanakan secara kecil (menjojo).
Dalam prosesi yang besar dimana semua pihak terlibat maka itu yang dinamakan dengan Taek Lauk-Taek Daya. Prosesi Menjojo dilaksanakan setelah gugur kembang waru sekitar jam 15.00 wita dan dalam 3 (tiga) tahun sekali. Menjojo dilaksanakan selama 2 (dua) hari, yaitu hari jum’at dan hari sabtu, hari jum’atnya taek Daya dan hari sabtunya taek lauk.
Ritual adat Menjojo
Pranata adat yang ikut dalam prosesi Menjojo harus genap (tidak boleh ganjil), hal ini diyakini oleh Masyarakat adat bahwa dalam setiap melakukan perjalanan itu akan menjadi lancar atau tanpa hambatan apabila jumlahnya genap. Genap dan ganjil ini juga terhitung jika jumlahnya dibawah Sembilan, jika lebih dari Sembilan orang maka tidak berlaku untuk jumlah genap dan ganjil.
1. Hari Jum’at (Taek Daya)
Taek Daya merupakan prosesi mengunjungi Gedeng Daya yang letaknya di Pawang Bangket Bayan Desa Bayan untuk melaksanakan Matur (do’a) supaya alam semesta dalam keadaan yang baik. Proses ini dimulai dari Kampu Karang Bajo dengan membawa perlengkapan yang berupa sirih, pinang, kapur dan air untuk mencuci siirih yang digunakan sebagai media dalam berdo’a di Gedeng Daya.
Pranata yang ikut dalam Prosesi Menjojo ke Gedeng Daya yaitu dari keturunan Pande, Walin Gumi, Singgan Dalem dan Pembekel. Pande yang bertugas daam memimpin perjalanan serta yang Matur di Gedeng Daya.
Sebelum naik ke Gedeng maka rombongan harus ke Pedangan dulu untuk membuat lekesan (sirih dll dipersiapkan) dan jumlahnya harus genap/tidak boleh ganjil, Posisi dari lekok buaknya yaitu terlentang barulah naik ke Gedeng.
Di Gedeng maka posisi lekok buaknya berbeda dengan yang di Pedangan, dimana posisinya yaitu dengan tengkurap dan dilaksanakanlah matur, baru setelah semua prosesi di Gedeng selesai mereka kembali dengan mundur, hal ini dilakukan untuk menghormati Gedeng tersebut. Pada saat kembali maka yang jadi depan adalah orang yang pada saat berangkatnya jadi belakang begitu pula sebaliknya yang jadi depan pada saat berangkat akan jadi belakang.
Mampir di Pedangan pada saat kembali yaitu untuk mengambil lekesan, lekesan itu akan dibawa kembali bersama lekesan dari Gedeng ke Kampu Karang Bajo yang digunakan nanti pada saat Nyidekah Sunsunan.
2. Hari Sabtu (Taek Lauk)
Taek Lauk ini juga merupakan prosesi untuk Matur (do’a) di Gedeng Lauk yang letaknya di Desa Loloan sebelah pesisir laut jawa. Tetapi pada Prosesi Taek Lauk yang terdepan adalah dari Walin Gumi dan dibelakangnya Pande, Amaq Lokaq Singgan Dalem dan Pembekel.
Dalam Proses ini juga harus mampir di Pedangan untuk mempersiapkan segala sesuatunya sebelum naik ke Gedeng, tetapi yang membedakan pada saat naiik ke Gedeng Lauk adalah tanpa menggunakan sapuq (ikat kepala), hal ini dilakukan karena di Gedeng Lauk diyakini oleh Masyarakat Adat sebagai kawasan Perumbak Lauk yang sabagai pranata perempuan.
Setelah menjojo dilaksanakan maka dilakukanlah Prosesi Nyidekah selama 4 (empat) kali setiap hari mingggu.
a. Minggu,pertama, Sidekah sunsunan/sesepen (bukti sudah selesai menjojo), Pembekel dari ayam bing kuning 1 (satu) ekor dan di dalam Inan menik, yang menyilak walin gumi, ngandang kyai lebe dan pembekel. Pada prosesi ini segala sesuatunya harus dilaksanakan pada malam hari, baik itu menjejel ataupun menyembelih yaitu sekitar jam 10.00 wita atau setelah anak-anak tidur, hal ini dilakukan agar tidak ada Pranata adat dari kepembekelan lain yang tahu adanya pelaksanaan prosesi menjojo.
b. Minggu,kedua, Sidekah sesepen, Amak lokak gantungan rombong, di pedangan, yang menyilak amak lokak gantungan rombong, ngandang kyai lebe dan penguban
c. Minggu,ketiga ,sidekah sesepen, amak lokak singgan dalem, timur laut berugak agung, yang menyilak Amaq lokak pande, ngandang Kyai lebe dan Amaq lokak singgan dalem.
d. Minggu, keempat, sidekah topat lepas (melepas penyakit ), tempat meriap 2 yaitu :
-Kuta (sebelah timur kali masan segah, yang ngandang kyai santri dan penguban yang menyilak Amaq lokak walin gumi, dan
-Kuta (sebelah utara jalan ke-tempos) yang ngandang Kyai lebe dan pembekel dan yang menyilak Pande.
Setelah nyidekah pada hari munggu yang ke-4 (empat) dilaksanakan maka selesailah semua rangkaian Prosesi Menjojo.
Selasa, 23 Agustus 2016
PANTAI SEMETI
PANTAI SEMETI
Pantai Semeti berbatasan dengan Samudra Hindia,terletak di Kawasan Pantai Selong Belanak,Pantai Mawun.Pantai Mawi,Pantai Ruwuk,Pantai Tampah di Kabupaten Lombok Tengah bagian Selatan ,Nusa Tenggara Barat.Untuk mencapai pantai indah ini kita bisa tempuh dengan rote Mataram-Praya-Pantai Selong Belanak -Pantai Semeti,
Di depan pantai Semeti, ada sebuah pulau kecil. Gili Anak ewok namanya. Bentuknya cukup unik seperti batuan mengerucut yang diapit oleh dua batuan yang lebih besar. Panasnya terik matahari bisa menggosongkan kulit. Merehatkan badan sejenak di salah satu berugak merupakan menu wajib untuk menghindarkan dari teriknya mentari semeti. Berugak ini merupakan berugak satu-satunya yang berada di Pantai Semeti. Di kala siang, berugak ini menjadi rebutan tempat berteduh merasakan desiran angin sepoi-sepoi angin laut. Berugak adalah tempat Ishoma (istirahat, Shalat, Makan). Jangan tanya warung makan di sini. Selain itu, berugak ini sering difungsikan sebagai springbed ala nelayan di saat mereka menginap menjaring ikan di daerah semeti.
Tempat wsiata yang tersembunyi memiliki 2 sisi poin yang tak bisa terpisahkan. Di satu sisi tempat tersebut tidak banyak diketahui oleh para wisatawan hingga tidak terekspose kecantikannya, disi lain tempat tersebut menjadi lebih terjaga keasliannya. Hal tersebutlah yang anda bisa dapatkan ketika mendengar nama ‘Pantai Semeti”
Jika pantai-pantai lain di Lombok terkenal dengan pasir putihnya, maka inilah uniknya Pantai Semeti. Bukan pasir putih yang anda akan temukan di sini, tetapi hamparan batu karang yang luas tempat para binatang-binatang laut mini bersembunyi. Selain itu Pantai ini juga sangat bagus dijadikan sebagai obyek fotografi. Tentunya sesuatu yang berbeda jika background foto anda adalah hamparan karang yang luas.
Pantai Semeti terletak di kawasan Selong Belanak. Di kawasan ini terdapat pantai-pantai indah lainnya antara lain Pantai Selong Belanak itu sendiri, Pantai Ruwuk, Pantai Mawun dan Pantai Mawi. Sekumpulan pantai yang indah yang merupakan sebagian kecil pantai-pantai di Lombok.
Di Pantai ini terdapat hamparan batu karang yang luas membuat kita akan berlama-lama karena kita akan fokus mencari binatang-binatang laut yang tersesat di antara batu karang tersebut. Selain itu Pantai ini juga sangat bagus dijadikan sebagai obyek fotografi atau sebagai latar belakang bagi anda yang narsis.
Kamis, 11 Agustus 2016
AIR TERJUN MANGKU KODEQ SAJANG
AIR TERJUN MANGKU KODEQ SAJANG
Pulau Lombok adalah. Pulau yang memiliki puluhan air terjun yang tersembunyi di rimbunnya hutan di kaki Gunung Rinjani, membuat pencinta air terjun tertantang untuk menjelajahinya.
Salah satu air terjun di Desa Sajang ,Kecamatan Sembalun,Lombok Timur, yaitu Air Terjun Mangku Kodeq, air terjun ini tidak seperti air terjun biasanya, hanya sebuah pancuran kecil yang berada di antara tebing bebatuan.
Air Terjun Mangku Kodeq dapat ditempuh sekitar dua setengah jam perjalanan menggunakan motor dari Kota Mataram. Berada di Desa Sajang, setengah jam perjalanan dari Desa Sembalun Lawang. Sebenarnya air terjun ini masih berada dalam kawasan Air Terjun Mangku Sakti, akan tetapi posisi air terjunnya berada di bawah Air Terjun Mangku Sakti yang terlebih dahulu terkenal.
Adapun kondisi trek yang harus kita lewati,yaitu mempersiapkan kendaraan yang akan digunakan, karena kondisi trek yang cukup merepotkan yaitu naik turun naik turun melewati lembah dan padang savana yang cukup indah dipandang. Akan tetapi kondisi treknya yang sekarang agak lebih baik dibandingkan kondisi trek dahulu,Warga Desa Sajang yang sudah berusaha memperbaiki jalur menuju air terjun walaupun dengan dana yang terbatas yaitu mengandalkan uang tiket masuk pengunjung sebesar lima ribu rupiah per orang dan sumbangan lainnya.
Dari pos pertama, kami sudah berhadapan dengan kondisi trek yang cukup merepotkan, melewati perumahan penduduk desa . Semakin lama kita memasuki hutan treknya gak lagi lurus, tetapi sudah naik turun dengan kondisi berdebu dan berbatu walaupun sudah ada perbaikan jalan. Dengan kondisi kendaraan yang cukup prima barulah kita sampai di pos kedua dengan waktu tempuh setengah jam perjalanan dari pos pertama. Bisa dikatakan pos kedua merupakan pos terakhir untuk kendaraan. Dari pos kedua kami harus berjalan kaki lagi menyusuri hutan Desa Sajang kurang lebih lima belas menit hingga sampai di Air Terjun Mangku Kodeq.
Sebelum kita bertemu dengan Air Terjun Mangku Kodeq, kita akan bertemu dengan aliran sungai yang dihiasi oleh tebing bebatuan, ternyata letak air terjunnya tersembunyi. Kami harus menyusuri aliran sungai kurang lebih seratus meter hingga sampai di pusat air terjun. Dasar sungai bercampur lumpur yang mengandung belerang serta bebatuan yang lumayan licin saat kami pijaki, agak merepotkan kami untuk menyusurinya. Akan tetapi semuanya berhasil kami lewati dengan perasaan senang bercampur capek.
Walaupun pakaian kami basah kuyup saat menyusuri aliran sungai, rasa capek dan laper terbayarkan dengan indahnya Air Terjun Mangku Kodeq. Ternyata air terjunnya sama persis dengan yang saya lihat di sosial media. Ini tempat memang kece, seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Musim panas memang waktu yang tepat untuk mengunjungi tempat sekeren Air Terjun Mangku Kodeq. Gradasi warna air sungai dari putih kehijauan seperti air belerang ditambah dengan tebing bebatuan yang cukup kokoh, membuat tempat ini seperti surganya dunia.
Berendam di aliran sungai Air Terjun Mangku Kodeq yang mengandung belerang, dipercaya baik untuk kesehatan kulit. Dalam dunia kesehatan juga air belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit,karena mengandung belerang dari aliran Lokok Putiq yang berasal dari Danau Segara Anak Rinjani.
Setelah berpuas diri berendam sambil berfoto, kami pun segera bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang satunya lagi yang tidak kalah indahnya dan masih dalam kawasan Air Terjun Mangku Kodeq.
Senin, 01 Agustus 2016
SEJARAH SEMBALUN
I. ZAMAN PERMULAAN
Menurut catatan dalam tulisan Lontar yang bersumber dari kitab Jatiswara bahwa sepasang suami istri bernama Lebe Belek dan istrinya Nasi’ Belek adalah manusia pertama yang menghuni Desa Belek (Sembalun sekarang). Mereka berlindung dibalik Gunung Belek Samalas (Gunung Rinjani) dari sergapan “Belabur Es” yang terjadi sekitar tahun 600 M.
Setelah beberapa lama menetap dibalik Gunung Beleq, sepasang suami istri itu turun gunung mencari tempat tinggal yang lebih aman. Mereka berjalan menembus hutan belantara, hingga sampailah mereka disebuah tempat yang dirasa cukup aman untuk dijadikan tempat tinggal. Mereka membangung gubug sederhana dari pohon bambu dan batang-batang ilalang yang banyak tumbuh ditempat itu. Tempat itu berada disekitar Lendang Luar sekarang di dise Sembalun Lawang. Tempat itu juga dipilih karena tempat itulah satu-satunya lokasi yang memiliki pohon Kentalu, yang menjadi pertanda kehidupan yang baik dimasa itu. Sedangkan ditempat lain masih dipenuhi dengan rawa-rawa yang tidak dapat ditempati dengan nyaman. Setelah beberapa masa Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Beleq memperoleh keturunan yang beranak pinak dimana dalam catatan para tetua menyatakan bahwa mereka berkembang semula dalam tujuh pasang suami istri yang menjadi cikal bakal berkembangnya penduduk Sembalun. Ketujuh mereka itu adalah:
1. Demung Riang Gaib Tunggal
2. Demung Riang Gaib Gading
3. Demung Riang Gaib Sendang Mas
4. Demung Riang Gaib Roro Jonggrat
5. Demung Riang Gaib Berirak
6. Demung Riang Gaib Ratana
7. Demung Riang Gaib Dinasti Bagia
Setelah terjadinya perkembangan penduduk dari ketujuh anak Lebe Beleq dan istrinya Nasi’ Belek tadi, mereka lalu membangun sebuah perkampungan yang diberi nama Desa Belek dan Suranala.
Mesikpun saat itu masyarakat masih menganut Animisme akan tetapi mereka sudah mulai mengatur tata kehidupan dengan struktur yang lebih baik. Dari catatan para tetua berdasarkan catatan dalam piagam peninggalan leluhur yang terbakar tahun 1971, disebutkan bahwa Desa Suranala merupakan pusat pemukiman berskala besar pertama yang bisa dikategorikan sebagai sebuah desa yang memiliki pemimpin secara adat.
II. ZAMAN BUDHA
Pada sekitar Tahun 700 M datanglah seorang penyebar agama Budha dari Palembang yang bernama Buda Kortala. Pada saat itu di Palembang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya sekaligus sebagai pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha. Kedatangan Budha Korlaka ini berkaitan dengan kebijakan Kerajaan Sriwijaya pada saat itu menaklukkan bumi jawa yang tidak berbakti ke Sriwijaya dan wilayah-wilayah disebelah timurnya seperti yang dikutip dari prasasti Kota Kapur yang ditemukan didekat “sungai menduk” di Pulau Bangka bagian barat yang angka tahunnya 686 M. Selain menyebarkan agama, Budha Kortala juga memberikan berbagai pengetahuan tentang kehidupan di dunia seperti tata cara bercocok tanam, cara berpakaian tata kerama, serta berbagai cara membuat senjata dan membela diri. Budha Kortala juga membawa bibit padi berupa segenggam pagi bulu merah yang akan ditanam pada lahan pertanian masyarakat. Sejak saat itu penduduk Desa Beleq memiliki kehidupan yang lebih baik, apalagi dengan tanah Desa beleq yang subur dapat tumbuh berbagai macam tanaman. Hasil panen padi dan tanaman palawija melimpah, seiring dengan kehidupan beragama yang baik menjadikan masyarakat Desa Beleq tata tentram gemahripah loh jinawi. Sepeninggal Budha Kortala, kepemimpinan Suranala dilanjutkan oleh Budha Bukit Bartua (Th 795 – Th 870) dan Budha Bukit Bao (Th 870 – Th 900 M). Dari penelusuran pada beberapa catatan diketahui bahwa kehidupan masyarakat menganut agama Budha ini berlangsung ini berlangsung sampai dengan datangnya para penyebar agama Hindu dari Majapahit yakni sekitar tahun 1360 s/d 1546 M dimasa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk di Majapahit.
III. ZAMAN HINDU
Pada sekitar tahun 1360, seiring dengan program penyatuan Nusantara yang dikobarkan oleh Kerjaan Majapahit dimasa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada, di Desa Beleq dan Suranala datanglah pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raden Kertanegara yang beragama Hindu.
Akibatnya terjadilah pertempuran yang sengit antara orang-orang Desa Beleq yang beragama Budha melawan prajurit Majapahit yang beragama Hindu. Setelah pertempuran berlangsung cukup lama. Prajurit-prajurit Majapahit dapat memenangkan peperangan itu. Karena kekalahannya, pemimpin Desa Beleq dan Suranala melarikan diri ke gunung-gunung terdekat untuk berlindung. Diantaranya Demung Batua melarikan diri ke Gunung Batua dan Demung Bukit Bao melarikan diri ke Bukit Bao. Sekarang makam kedua tokoh tersebut masih dapat ditemukan masing-masing di Gunung Batua dan Bukit Bao, masyarakat sekitar biasa menyebutnya makam Budha. Sedangkan para prajurit Majapahit yang gugur dalam peperangan itu dikuburkan di sekitar lokasi pertempuran yakni di Desa Sembalun Lawang sekarang dalam bentuk kuburan Hindu (Makom Majapahit).
Sejak kemenangan prajurit Majapahit itu banyak sekali perubahan dilakukan ditengah masyarakat. Tidak hanya berubah dari memeluk agama Budha ke Hindu, tetapi juga struktur kemasyarakatan mulai berubah terutama pada tatanan tradisi dan adat istiadat. Pada saat itu penguasa baru yang dipimpin oleh Raden Kertanegara membentuk desa baru yang diberi nama Bawak Dewa. Para tokoh yang datang dari jawa tersebut juga membagi tugas dalam pemerintahan. Para tokoh itu antara lain: Raden Saib Amsah sebagai petinggi agama, Raden Kertanegara sebagai Perbekel, dan tugas-tugas lain kepada Raden Ariapati, Raden Aria Mangunjaya, Raden Ketib Muda, Raden Aria Penangsang, dan Raden Patra Guru. Masing-masing mereka memiliki tugas tersendiri seperti menjadi Perbekel, Pemangku Adat, dan Krama Desa.
Desa baru ini lama-kelamaan menjadi desa yang besar, penduduknya bertambah dan aktifitas ekonomi melalui pertanian juga semakin baik. Desa ini selanjutnya dipimpin oleh keturunan dari Raden Kertanegara antara lain: Nek Sumenep (Th.1360 – Th.1478), Nek Sande (Th. 1478 – Th.1480), dan Nek Sukir (Th.1480 – Th.1546). Para pemimpin dari jawa ini banyak sekali mengajarkan teknik-teknik bercocok tanam kepada masyarakat Bawak Dewa. Hasil pertanian selain padi dan palawija juga banyak hasil-hasil hutan dan perkebunan sperti kayu, madu dan rempah-rempah yang dapat ditukar dengan barang-barang lain kepada pedagang yang datang ketempat itu.
IV. MASUKNYA AGAMA ISLAM
Pada tahun 1546 datanglah ke Desa Bawak Dewa para penyebar agama Islam yang mereka itu adalah bagian dari misi penyebaran agama yang dilakukan oleh Wali Songo dari Jawa. Menurut catatan sejarah yang datang membawa Islam ke Lombok adalah Sunan Prapen yakni putra dari Sunan Giri. Akan tetapi yang di di Sembalun adalah seorang dari anggota rombongan Sunan Prapen yang setelah di Sembalun bernama Titik Islamin. Pada saat itu yang menjadi Perbekel di Bawak Dewa adalah Nek Sukir. Tetapi yang menerima Islam pertama di Bawak Dewa adalah Titik Sumenep selaku pemuka agama. Karena adanya ajaran Islam, maka desa yang semula bernama Bawak Dewa karena namanya berbau Hindu berubah menjadi Desa Sembahulun yang artinya menyembah kepada pencipta Alam yakni Tuhan Yang Maha Esa. Mula-mula Islam masuk melalui pendekatan adat istiadat Hindu artinya bahwa memasukkan kayakinan Islam pada masyarakat yang beragama Hindu dengan cara menyesuaikan dengan tradisi Hindu. Pendekatan ini rupanya dapat dengan mudah diterima. Karena penyiaran agama Islam dilakukan dengan tidak menyinggung adat istiadat tetapi tetap menggunakan adat istiadat sebagai alat penyebaran agama Islam. Akan tetapi karena banyaknya tradisi upacara Hindu yang tetap terpakai meskipun telah memeluk agama Islam sehingga aliran ini disebut Waktu Telu.
Pada sekitar tahun 1617 saat kedatangan Anak Agung dar Gelgel dengan patihnya bernama Briang Wangsa, menyerang Lombok (anak agung pertama). Tokoh Agama Raden Sumenep bersama Perbekel Nek Sukir dan Nek Sande ditangkap dan dibawa ke Karang Asem dan Klungkung (sekarang makamnya di Narmada). Selanjutnya pemerintahan Sembalun dipegang oleh Titik Jinayang. Pada saat itu Titik Jinayang membagi Sembalun menjadi dua yakni Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung. Kemudian pusat pemerintahannya dipindahkan ke Sembalun Bumbung yang membawahi Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang, Sajang, Obel-obel, dan Belanting. Jadi Titik Jinayanglah yang pertama membangun Sembalun Bumbung. Perbekel selanjutnya yang memerintah di Sembalun adalah Perbekel Titik Andipa (Th.1618 – Th.1689), Perbekel Titik Budar (Th.1689 – Th.1738) yang membagi wilayah Sembalun Bumbung dan Sembalun Lawang. Kemudian berturut-turut memerintahkan Perbekel Balok Darmaji (Th.1738 – Th.1830), Perbekel Balok Melaka (Th.1830 – Th.1843) dan terakhir Perbekel Balo Darmasih yang berkuasa bersamaan dengan Congah Praya Tahun 1843 sampai dengan Tahun 1863 M.
Setelah masa Perbekel ini selanjutnya Pimpinan Desa disebut Kepala Desa: Kepala Desa yang pertama adalah Papuk Sumenep Tahun (1863 – 1880), Pe Sairah (1880 – 1901), Pe Darwati (1901 – 1916), Pe Darwisah (1916 – 1920), Pe Darmanep (1920 – 1950), dan pergantian seterusnya sampai
saat ini.
V. PEMURNIAN AJARAN ISLAM
Pada tahun 1936 pada masa kepala desa Pe Darmanep, datanglah Tuan Guru Haji Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan untuk memperbaiki akidah masyarakat Sembalun agar sesuai dengan ajaran agama Islam yang sesungguhnya . Tuan Guru Lopan tidak berhasil memperbaiki agama masyarakat sembalun seluruhnya. Demikian pula selanjutnya datang di Sembalun Tuan Guru Mutawalli dari Jerowaru untuk maksud yang sama, akan tetapi keyakinan dan tradisi waktu telu di Sembalun masih tetap berlangsung. Barulah pada sekitar tahun 1960 dengan kedatangan seorang tuan guru keturunan wali songo yakni Sunan Ampel dari Jawa Timur bernama Tuan Guru Muhammad Mustofa yang biasa dipanggil Pak Aji bersama adiknya Muhammad Toha datang ke Sembalun untuk mengajarkan Akidah Islam yang sesungguhnya. Pada saat itu masyarakat Sembalun dapat beribadah menurut Akidah Agama Islam yang sesungguhnya sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Kertayang atau Pe Mardisah
(Ketua Lembaga Adat Gumi Sembahulun)
Sabtu, 02 Juli 2016
KULINER SASAK LOMBOK
KULINER SASAK LOMBOK
1- Pelicing Kangkung
Siapa yang belum tahu plecing kangkung? Olahan tanaman air ini begitu
populer di setiap rumah makan di Lombok. Rasanya belum ke Lombok jika
belum makan kulier Lombok yang satu ini. Memang tampilannya sederhana,
namun rasarnya luar biasa. Paduan cabai rawit, garam, tomat dan terasinya begitu menggetarkan lidah.
Setiap orang yang menyantapnya pasti menikmati sensai pedasnya. Plecing
kangkung ini jelas sangat sehat dan membantu kesuburan karena
ditambahkan tauge dan taburan kacang goreng untuk mempergurih rasanya.
2. Ayam Taliwang
Ayam Taliwang sudah menjadi kuliner Lombok yang paling populer. Cobalah
ayam Taliwang bakar. Selain bisa dibakar, ayam Taliwang juga bisa
disajikan dengan cara digoreng. Ayam kampung yang dipilih merupakan ayam
yang masih muda sehingga dagingnya sangat empuk dan mudah sekali
dilepaskan dari tulang-tulangnya. Sensasi makanan pedas memang surganya kuliner di Lombok.
Jika sempat, tidak ada salahnya membawakan ayam Taliwang asli dari
Lombok untuk dibawa ke Jakarta di hari yang sama. Rasa nikmatnya tetap
bertahan hingga Jakarta.
3. Sate Bulayak
Mungkin namanya saja yang kurang familiar. Namun, sate bulayak ini
hampir sama dengan sate Madura lainnya. Yang membedakan terletak pada
lontong yang disajikan. Keunikan sate Bulayak terletak pada lontongnya
yang dibungkus dengan menggunakan daun aren berbentuk spiral. Cara
membukanya pun unik, karena harus mengikuti ulir daun arennya. Satenya
menggunakan daging sapi yang sudah dipadukan dengan sambal khas suku
Sasak. Kearifan lokal sate Bulayak ini dimakan dengan cara tanpa menggunakan sendok atau garpu. Jadi, pastikan sebelum makan Anda sudah mencuci tangan.
4. Nasi Balap Puyung
Sekali mencoba rasanya pasti Anda akan ketagihan untuk mencoba lagi. Itulah nasi balap puyung. Sensasi pedasnya menjadikan selera makan bertambah dan ingin nambah.
Dengan topping ayam suwir, dipadukan dengan cabai, kacang kedelai,
taburan rebon kering, abon dan lauk belut menjadikan paket nasi balap
puyung ini juara.
5. Ares
Makanan khas lokal ini berbahan utama pelepah pisang. Ya, pelepah pisang
yang masih muda ini diolah menjadi makanan yang enak. Sensasinya jelas
bukan sensasi pedas. Siapa bilang rasa kuliner Lombok semuanya pedas? Ares ini rasanya perpaduan antara manis dan gurih karena menggunakan santan. Jangan salah, Ares ini biasa dijadikan pendamping nasi oleh Suku Sasak asli Lombok pada acara-acara pernikahan.
6. Sate Rembiga
Lombok memang surganya para sapi. Di sini sapi-sapi bebas berkeliaran
sehingga tidak mudah stress. Itulah yang menyebabkan daging sapi dari
Lombok Sumbawa terkenal lebih lembut dan nikmat. Sate Rembiga ini
memiliki rasa yang unik mulai dari manis, gurih dan utamanya pedas. Nama Rembiga berasal dari nama sebuah desa Rembiga. Karena sangat laris dan populer sampai sekarang dikenal dengan nama Sate Rembiga.
7. Sate Tanjung
Selain mudah untuk mendapatkan sapi, Lombok juga berlimpah dengan
kuliner baharinya. Nah, salah satunya adalah sate Tanjung yang bahan
utamanya dari ikan Cakalang. Sate Tanjung biasanya dinikmati selagi masih panas dan didampingi dengan lontong atau nasi.
Keduanya sama-sama memberikan kenikmatan tersendiri dalam menikmati
sate ikan Cakalang Lombok. Rasa gurihnya didapat dari santan dan
beberapa rempah khas Lombok.
8. Poteng Jaje Tujak dan Iwel
Makanan khas ini memang hanya muncul saat lebaran. Jadi, rasanya agak
sulit menemukannya diluar masa lebaran. Namun sebetulnya kuliner ini
cukup familiar. Poteng adalah tape ketan dan jaje tujak atau tetel, mungkin lebih familiar dikenal dengan gemblong. Nah, Poteng Jaje Tujak ini diolah dengan campuran daun suji dan pandan.
9. Babalung
Penamaan bebalung mungkin sudah lekat dengan tulang. Bahan utama kuliner
ini adalah tulang iga sapi atau kerbau yang dibumbui dengan cabe rawit,
bawang putih, bawang merah, lengkuas dan kunyit ditambahkan juga jahe. Yang paling khas dalam penyajian bebalung adalah taburan bawang gorengnya yang melimpah. Bebalung yang paling populer terletak di Depot Kelebet dibelakang kantor Gubernur NTB.
10. Beberuk Terong
Mungkin ini bisa disebut juga gado-gado Lombok. Kuliner jenis lalapan ini biasanya dipadu padankan saat menikmati Ayam Taliwang. Bahan utamanya memang menggunakan terong ungu yang sudah dipotong-potong, dan dicampur dengan tomat serta beberapa bumbu rempah lainnya. Setelah ditambah dan dicampur kemudian terong dan taburan bumbu rempah ini ditambahkan dengan kesegaran air jeruk limau. Rasanya benar-benar gado-gado, pedas, manis, asam dan sangat segar untuk makan siang sekalipun
Senin, 06 Juni 2016
TANJUNG BLOAM LOMBOK TIMUR
TANJUNG BLOAM LOMBOK TIMUR
Tanjung Bloam adalah daerah konservasi penyu yang memiliki habitat di sekitar tebing dan berada di sepanjang garis pantai yang terbentang dari ujung utara hingga ujung selatan. Selain itu, tempat ini memiliki keindahan alam yang masih natural karena belum banyak dikunjungi wisatawan. Begitu sampai di Tanjung Bloam, Anda akan disuguhi hamparan pasir putih yang lembut. Air lautnya biru dan sangat jernih. Panorama ini sesekali disela dengan nelayan yang hilir mudik mencari ikan dengan menggunakan perahu kayu di pantai.
Daya tarik Tanjung Bloam adalah keindahan batu padas yang menakjubkan. Dua tebing batu padas mengapit pantai Tanjung Bloam yang eksotis. Pada bagian kiri, tebing berbentuk seperti kue bakpao. Sedang pada sisi kanan, tebing berbentuk tak beraturan dan menjorok ke arah pantai. Warna tebing yang kekuningan dipadu dengan warna hitam membuatnya terlihat sangat kontras dengan warna air laut yang biru. Bagi penghobi fotografi, Tanjung Bloam adalah tempat yang sayang untuk dilewatkan. Berjalanlah ke sekitar bibir pantai. Dengan angin pantai yang sesekali menerpa, arahkan kamera Anda untuk mencari angle-angle yang indah. Keindahan pantai dan alam sekitar semakin terlihat jika kita naik ke bukit di bagian barat pantai. Panorama Tanjung Bloam mirip dengan Tanjung Ringgit yang juga dikelilingi dengan bukit batu. Dari sudut inilah, hamparan pantai yang luas bisa Anda lihat dengan jelas. Berfoto dengan latar belakang pantai Tanjung Bloam di ketinggian ini pasti akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan.
Berbeda dengan Gili Sunut yang mempunyai ombak landai, ombak Tanjung Bloam cukup besar. Jika tidak ingin terbawa arus, lebih baik bersantai di bibir pantai sambil melihat pemandangan yang indah. Untuk mencapai tempat ini, kita akan menghabiskan waktu tempuh 2,5 jam dari Mataram.Sebelum sampai Tanjung Ringgit, berbeloklah ke kanan. Ada sebuah jalan kecil yang hanya bisa dilalui 1 mobil saja. Sekitar 500 meter dari tikungan itu terdapat sebuah pendopo kecil tanda bahwa kita sudah sampai ke Tanjung Bloam. Beberapa ruas jalan yang belum diaspal, berdebu dan berkerikil membuat Tanjung Bloam seperti jauh dari jangkauan. Selama menuju lokasi, kita akan disuguhi pemandangan tandus kawasan ini. Tidak seperti belahan Lombok lain yang berkelimpahan air, jalanan menuju Tanjung Bloam cenderung gersang dan tandus
Langganan:
Postingan (Atom)